Sekolah Aisyah :)

by | |
Seperti saya sebutkan di postingan sebelumnya, proses mencari dan memilih sekolah buat si cikal Aisyah tidaklah sederhana. Sebenarnya bahkan proses pencarian sekolah ini sudah berlangsung sejak si bocah berusia 2 tahun. Tapi karena satu dan lain hal, maka Aisyah baru saya dan suami masukan sekolah di usia TK.
Dan kami memilih sebuah sekolah montessori Islami, yang sampai saat postingan ini ditulis, sekolah Aisyah ini masih satu-satunya sekolah Islami yang menggunakan sistem montessori.

Sekolah Aisyah yang jaraknya tidak dekat dari rumah (kalau nggak mau dibilang agak jauh) ini, memang mengundang banyak pertanyaan. Terutama dari kakek neneknya dan tante-tante saya dan suami. Kenapa jauh sekali? Aisyah ga kecapean? Kenapa ga cari yang dekat rumah? Pulang perginya gimana? Dan pertanyaan lainnya yang sampai saat ini masih sering muncul. Memang sih untuk seusia TK, perjalanan rumah-sekolah yang memakan waktu 20 menit naik motor kalau lancar atau 30 menit naik angkot tanpa macet dan ngetem, terhitung jauh. Dan kadang melelahkan buat saya, apalagi kalau ditambah Aisyah rewel di jalan karena ngantuk atau kepanasan di angkot. Tapi tentu saya dan suami tidak gegabah dalam memilih sekolah ini sebagai sekolah pertama Aisyah. Ada beberapa alasan kuat yang menjadi dasar mengapa sekolah ini begitu menarik buat kami.

Pertama, dan yang paling penting, Aisyah suka dan betah bersekolah disini. Sebelum sekolah di sini, bocah pernah trial di beberapa sekolah. Tapi cuma disinilah pas trial hari pertama Aisyah langsung mau masuk kelas tanpa drama dan langsung nempel sama gurunya (yang dipanggil Bunda). Pas trial pun saya dan Bundanya tanya, Aisyah jauh ga sekolahnya? Cape nggak? Dia jawab nggak. Dan pas saya tanya mau sekolah di sini apa nggak? Dengan mantap dia menjawab 'Iya'. Sampai hari ini, belum (dan jangan sampai - aamiin) ada drama berarti dalam kehidupan sekolah Aisyah. Paling cuma kalau pagi baru datang biasanya dia agak 'melempem'. Belum panas, mungkin. Tapi pas waktunya masuk kelas dia mau masuk kelas dan selalu pulang dalam keadaan ceria.

Kedua, sistem pendidikan yang ditawarkan. Dari dulu, saya memang tertarik sama sistem pendidikan Montessori. In brief, sistem ini lebih mengajarkan anak life skill untuk survive dan mau belajar terus dibanding skill membaca atau berhitung. Sekolah ini tidak memaksa anak untuk duduk dan memperhatikan guru, tapi membiarkan anak untuk bereksplorasi (dengan diawasi Bundanya tentu). Belajarnya pun dengan cara bermain, mulai dari masak-masakan dampai make up-make up an ada. Dan si Bocah yang cewek banget ini bahagia sekali, tentunya. Hebatnya, biasanya sekolah yang menerapkan sistem Montessori biayanya selangit. Nah di sekolah Aisyah ini biayanya masih reasonable.

Itulah yang jadi alasan ketiga kenapa saya dan bapaknya Aisyah memilih sekolah ini. Dengan sistem dan fasilitas yang ditawarkan (selain alat belajar yang lengkap, bangunan sekolah yang homey dan nyaman, dan acara berenang, sekolah ini juga punya halaman rumput yang luas dan aman karena berpagar tinggi), biaya sekolahnya ga bikin megap-megap. Tidak murah memang, tapi dibanding sekolah sekelas ini, biayanya masih lebih terjangkau.

Alasan keempat, yang ga ada hubungannya sama sistem pendidikan tapi penting juga adalah, hanya sekali naik angkot kalau pulang ke rumah. Penting, karena meskipun tidak dekat, tapi minimal ga naik turun angkot. Jadi sepanjang perjalanan Aisyah bisa tidur dan nggak ribet gonta-ganti angkot. Apalagi Aisyah punya teman-teman pulang bareng yang sama-sama naik angkot yang sama. Jadi di jalan dia nggak bosan.

Sekarang, setelah beberapa bulan menyekolahkan Aisyah di sini, saya makin bersyukur. karena meskipun Aisyah belum bisa baca tulis (saya nggak khawatir karena memang belum waktunya juga), tapi terlihat beberapa perubahan yang positif. Aisyah sekarang lebih berani speak up kalau dia nggak suka sesuatu, berani kenalan duluan - minimal senyum duluan - saat ketemu anak lain yang baru dia kenal, dan lebih bertanggung jawab. Setiap habis main, saya nggak perlu lagi narik otot buat minta dia beresin. Hampir otomatis dia langsung beres-beres, minimal hanya perlu saya ingatkan sekali dua kali. Habis makan pun dia selalu bawa piring kotornya ke wastafel, dan sesekali mencuci sendiri piringnya. Secara personal, Aisyah sekarang lebih terbuka dibanding sebelum bersekolah.

Saya juga senang melihat interaksi Bunda-bunda dengan murid-muridnya. Bunda-bunda selalu tersenyum dan tidak pernah ketus, meskipun kelakuan murid-muridnya kadang ajaib banget. Bunda-bunda juga selalu open untuk konsultansi mengenai perkembangan Aisyah. Acara-acara hari besar nasional pun dirayakan dengan cara yang menyenangkan. Kemarin pas 17an, ada acara aneka perlombaan. Tapi tidak ada hadiah untuk pemenang. Semua murid adalah pemenang karena sudah mau mencoba dan berusaha. Satu lagi asyiknya, sebulan sekali ada parenting class bersama Bunda dan psikolog, gratis. Plus orang tua murid disini akrab satu sama lain. Saya bahkan punya teman-teman sarapan baru :D.

Alhamdulillah cita-cita saya (dan suami) buat menyekolahkan anak di tempat yang bikin anak senang dan emak bapak tenang insyaAllah tercapai. Dan tentunya kami berdoa, Aisyah (dan Rafa kelak) akan selalu menikmati bersekolah dan ingin belajar terus. Semoga sekolah pertama Aisyah ini bisa menjadi pondasi untuk menguatkan niat belajar Aisyah sampai kapanpun. Aamiin.

1 comments:

Janes

Klo boleh tau, nama sekolah & alamatnya donk mba..
Makasih.

Post a Comment