Beyond Ayah ASI

by | |
Suami saya bukan cuma mensupport saya untuk memberikan ASI sampai anak-anak berusia 2 tahun, suami saya bukan cuma menemani saya begadang saat saya menyusui di malam hari, suami saya bukan cuma membantu menggantikan popok, suami saya bukan cuma betah main berlama-lama dengan anak-anak. He's way beyond that.


Ah belum-belum sudah terharu :').

Semenjak hamil anak pertama, Aisyah, sisuami memang sudah sangat perhatian. Dulu itu pas hamil si Aisyah, saya maboknya cukup parah. Tiga bulan pertama cuma bisa tiduran dan bangkit duduk sesekali. Kalau jalan-jalan sedikit (bahkan cuma ke kamar mandi) bisa langsung muntah. Ditambah lagi, saat itu saya cuma tinggal berdua suami di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, karena sisuami lagi bertugas disana. Tapi dengan jam kerjanya yang kadang nggak kira-kira, dia masih sempat mengurus saya. Pagi sebelum berangkat kerja, saat saya belum bisa bangkit dari kasur, semangkuk sereal dan segelas susu sudah tersedia untuk saya. Karena saya nggak mungkin masak, setiap jam makan siang dia menyempatkan diri pulang dan mambawakan nasi dan lauk pauk untuk makan siang kami berdua. Dan saat waktunya kontrol ke obgyn, dia tidak pernah tidak mengantar saya. Dan kadang lebih cerewet bertanya ini itu pada sang dokter.

Saat saya sudah tidak muntah-muntah, dan kami pulang ke Bandung, perhatiannya tidak berkurang. Apa yang saya perlukan (dan inginkan), mulai dari yang penting dan nggak penting hampir semua dipenuhinya. Kunjungan ke obgyn tetap menjadi saat-saat favorit kami bersama. Dan diamasih lebih cerewet tanya ini itu sama dokternya.

Waktu melahirkan, suami saya santai sekali. Dia menggenggam tangan saya dari mulai saya masih bisa ketawa-ketawa sampai AIsyah lahir dengan selamat. Habis lahiran saya baru sadar kalau bekas kuku saya saat menggenggam tangannya waktu menahan mulas terlihat jelas ditangannya. Tapi dia tidak mengeluh. Dia malah menyemangati saya, mengingatkan saya untuk tidak menutup mata saat mengejan, dan wanti-wanti untuk IMD.

Saat si bayi sudah di rumah, dia tidak sungkan membantu mengganti popok. Hampir selalu menemani saya saat menyusui di malam hari, membetulkan letak bantal, atau sekedar mengusap-usap punggung saya. Yes, he's that sweet.

Seiring bertumbuhnya Aisyah, mendiskusikan apa yang baik dan tidak buat Aisyah menjadi obrolan favorit kami. Dari mulai makanan sampai cara mendidik Aisyah, tidak pernah tidak kami diskusikan. Si suami juga sering mengajak Aisyah shalat berjamaah. Meskipun Aisyah pada awalnya belum bisa mengikuti gerakan shalat, tapi diamemperhatikan. Buktinya, usia 2 tahun lebih alhamdulillah AIsyah sudah hapal Al Fatihah.

Saat hamil anak ke-2, Rafa, adalah masa-masa dimana saya sangat menyadari bahwa sisuami adalah orang yang luar biasa. Seperti saat hamil pertama, tiga bulan pertama saya muntah-muntah. Meskipun tidak separah saat AIsyah. Alhamdulillah masih bisa bekerja sedikit dan jalan-jalan. Tapi tetap energi saya tak cukup buat seharian mengurus Aisyah. Untunglah jadwal kerja suami saya tidak terikat, jadi tugas mengurus mandi pagi, mandi sore, dan sarapan pagi aisyah diambil alih olehnya. Bahkan pernah sekali waktu Aisyah sakit dan bangun semalaman. Suami saya membiarkan saya tidur dan dialah yang begadang menemani Aisyah.

Waktu melahirkan Rafa, sama seperti saat melahirkan Aisyah, suami saya ada di samping saya. Dan tetap cerewet minta ASI Exclusive serta IMD. Setelah Rafa di rumah, sisuami masih konsisten dengan tugas memandikan dan menyuapi Aisyah. Bahkan sesekali mengurus Aisyah saat ingin pipis atau pup. Nilai tambahan, sisuami ikut menggunduli Rafa (bukan cuma putong sedikit, tapi menggunduli) saat akikah. Malam-malam, kami berbagi tugas, kalau Rafa yang bangun saya yang menidurkannya lagi. Kalau Aisyah yang bangun, suami yang menidurkanya lagi.

Benar kata orang bahwa menikah membuat kita melihat semua sifat pasangan kita yang kita tidak tahu saat sebelum menikah. Semenjak kami dekat, sebelum menikah dulu, saya sudah merasa bahwa suami saya adalah orang yang sangat manis dengan perhatian yang luar biasa. Tapi setelah menikah, dan terlebih lagi setelah punya dua anak, tedrnyata perhatiannya dulu itu cuma semacam teaser. Aslinya, perhatian dan rasa sayangnya lebih melimpah buat kami bertiga.

You are indeed not a perfect husband, but you are beyond wonderful. And I always pray I can be your beyond wonderful wife, too. I love you, Papski. We love you :*.

0 comments:

Post a Comment