Saya lihat berbagai penampakan yang begitu menakutkan, dan saya bisa menebak kemana arahnya si penampakan ini.Penampakan yang membuat saya mengernyitkan alis saat melihatnya, tapi tak bisa pula saya sembunyikan pandangan mata darinya.
Saya punya indra keenam yang aktif? InsyaAllah tidak. Penampakan-penampakan ini bisa dilihat dengan mata telanjang, kok. Hanya saja memang perlu menggunakan mata hati juga kalau ingin memahami kengerian yang ada dibalik penampakan-penampakan tersebut.
Lihatlah hotel-hotel yang semakin menjamur. Lihatlah mall yang katanya akan terus bertambah. Lihatlah perumahan-perumahan yang mengancam persediaan air tanah. Lihatlah menara-menara apartemen yang dibangun di lahan yang bukan peruntukannya. Sudahlah bangunannya yang tidak menambah keindahan kota ini, malahan membuatnya jadi berantakan, pun lihatlah efeknya pada lingkungan dan masa depan Bandung. Mengerikan.
Lebih mengerikan lagi, bahwa saya (mudah-mudahan saya tidak sendiri), tidak mengerti untuk siapa hotel, mall, apartemen, dan perumahan mewah itu dibangun. Saya yakin, orang Bandung yang benar-benar menikmati fasilitas-fasilitas tersebut tak banyak. Menambah pemasukan bagi kota Bandung? Oya? Masa sih?
Sejujurnya saya sih sudah muak dengan macet di akhir pekan. Tapi mungkin akan sedikit terobati kalau dari hasil macet itu bisa dinikmati orang Bandung. Jalan mulus se Bandung Raya, misalnya.
Pun dengan masalah lingkungan. Banjir, persediaan air tanah, hutan kota yang mau dibikin mall (sinting! --excuse my french), sampah yang terus menggunung, dkk. Itu serem banget. Saya nggak mikirin nasib saya sekarang. Tapi mikirin nasib si Aisyah dan Rafa,dan semua anak-anak yang kelak akan terus tinggal dan meneruskan kehidupan.
Tentu kacau balaunya Bandung yang dulunya Parijs Van Java ini bukan cuma kesalahan pengembang jahat dan mereka yang rakus. Tapi juga kesalahan kita yang - mungkin - pada awalnya kurang begitu jeli dan paham kemana pembangunan (penghancuran?) Bandung ini akan dibawa.
Dan pastinya macet, sampah,korupsi, kriminalitas, itu cuma secuil masalah di permukaan saja. Masih banyak masalah mendasar yang kadang tidak kita sadari.
Lalu bisakah Parijs Van Java bukan sekedar jadi merk mall di Sukajadi, tapi kembali menjadi julukan bagi Bandung? Mungkin.
Mungkin bisa. Kalau kita mau melihat lebih dekat, apa yang sedang terjadi.
(bersambung^)
^insyaAllah pasti saya sambung, tapi nggak janji kapan. Karena draftnya ada disini *tunjuk kepala* tapi cari waktu buat nulisnya yang agak ribet
0 comments:
Post a Comment